Buat temen-temen yang butuh contoh Paper Pengenalan Istitusi buat tugas Student Day atau pun Tugas Kampus ni ad contohnya.
Semoga bermanfaat.
Download Di Sini
KATA PENGANTAR
Puji syukur sebesar-besarnya
saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atau Ida sang hyang widhi wasa karena
berkat anugerah dan bimbingannya makalah yang berjudul “Citra Polisi Republik
Indonesia Dulu Hingga Sekarang” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini akan memberikan informasi kepada para pembaca mengenai upaya apa saja yang
telah dilakuka dalam meningkatkan citra dan kinerja Polisi Republik Indonesia dan
strategi apa saja yang telah dilakukan oleh para Polisi Republik Indonesia
untuk memperoleh sebuah pencitraan yang baik di mata masyarakat. Sungguh saya
menyadari bahwa di dalam makalah yang saya buat ini masih terdapat banyak
kekurangan, maka dari pada itu saya selaku penulis mengucapkan permohonan maaf
yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan di dalamnya.
Dan akhirnya semoga makalah ini memiliki nilai guna di dalamnya,
dan semoga setelah membaca makalah saya ini dapat menambah informasi
tentang istitusi Polri.
Denpasar, 15 September 2012
Penulis,
Nama
NIM.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ii
BAB
I
1.1
Latar Belakang…………………………………………………………... 1
1.2
Rumusan Masalah……………………………………………………….. 2
1.3
Tujuan Penulisan………………………………………………………… 3
1.4
Manfaat Penulisan……………………………………………………….. 3
BAB
II
2.1
Isi………………………………………………………………………… 4-12
BAB
III
3.1
Simpulan…………………………………………………………...….....
13
3.2
Saran…………………………………………………………………..…
13
3.3
Bahan Bacaan………………………………………………………….... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Polri sebagai
sebuah istitusi penegak hukum di masyarakt yang memiliki peranan yang sangat
strategis di tengah masyarakat itu sendiri. Masyarakat sendiri terkadang sering mengeluh tentang
pelayanan kepolisisan yang di anggap kurang baik dan kurang layak.
Dan maka dari pada itu, kebutuhan utama
polisi perlu mendapatkan prioritas utama dalam reformasi kepolisian secara nasional. Pembenahan
kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, penyesuaian peraturan dan kesejahteraan anggota, merupakan
hal yang sangat penting bagi upaya pengembangan penegakan hukum di wilayah republik indonesia akan tetapi hal tersebut
akan kurang relefan apabila individi dari polisis itu memang tidak memiliki sikapprofesional yang
tinggi dan juga loyalitas yang tinggi terhadap intitusinya dan juga negara.
Sehingga reformasi penegaan hukum di tubuh Polri harus
dilihat dari berbagai aspek seperti dari aspek
“mutu” (dedikasi, keahlian, pengalaman) dan “kesejahteraan”. Upaya tersebut
akan benar-benar terwujud jika polisi mendapat peluang yang seluas-luasnya
untuk memberdayakan dirinya.
Secara konseptual, polisi yang diharapkan adalah sosok polisi yang ideal yang
diidamkan oleh setiap pihak yang terkait, seperti pemerintah, masyarakat luas,
dan polisi sendiri dalam memenuhi
berbagai aspek kehidupan di masyarakat luas.
Suatu pengertian yang disepakati
oleh masyarakat dunia, bahwa polisi yang ideal adalah polisi sipil yang demokratis.
Polisi sipil maksudnya, polisi harus mengedepankan cara-cara sipil untuk
menyelesaikan persoalan sosial (termasuk kejahatan) yang mengemuka di
masyarakat. Jelas, polisi wajib menjauhi cara kekerasan dan militeristik dalam
bertugas. Polisi itu beda dengan tentara. Polisi bertugas memberi rasa aman
kepada masyarakat. Sementara tentara kerjanya bertempur mempertahankan negara.
Beberapa karakteristik
polisi yang ideal antara lain seperti memiliki
semangat juang yang tinggi serta kualitas moral, iman dan takwa yang tulus, mampu mewujudkan
dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan
perkembangan iptek,
mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain, memiliki etos kerja
yang kuat,
memiliki kejelasan dan memiliki pengembangan jenjang karir, memiliki
profesionalisme yang tinggi,
polisi yang memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan non-material, memiliki wawasan masa
depan, dan mampu melaksanakan
fungsi dan peranannya. Tetapi, dalam kenyataannya, keberadaan polisi masih
tetap terabaikan. Hal yang paling menyulitkan polisi adalah menjaga
keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normatif ideal dengan suasana
kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, dan konsumtif. Dan juga polisi di tuntut untuk bersikap
sopan, lemah lembut, menjauhi sikap yang arogan dan sok kuasa, dalam melakukan pelayanan pada masyarakat
Faktor mendasar yang terkait dengan
kinerja professional polisi adalah “kepuasan kerja” yang berkaitan dengan
“kesejahteraan polisi” yang meliputi : imbal jasa, rasa aman dalam bertugas,
hubungan antar pribadi, kondisi lingkungan kerja, dan kesempatan untuk
pengembangan serta peningkatan diri. Beberapa dimensi permasalahan polisi yang
masih harus diatasi adalah dimensi: kuantitas, kualitas, sebaran, sistem
penegakan hukum (law enforcement), pengelolaan dan jenjang karir polisi, dan
manajemen polisi. Sesuai dengan dimensi masalah yang dihadapi maka disarankan
tindak lanjut yang konsepsional, dan realistis.
1.2
Rumusan Masalah
Untuk
memberikan arah bagi jalannya suatu penelitian maka terlebih dahulu perlu
dirumuskan hal – hal yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian. Maka saya membuat rumusan
masalah,yakni :
1. Bagaimanakah cara POLRI dalam menempatkan diri pada sistem
pemerintahan saat ini?
2. Bagaimanakah kiat-kiat yang di lakukan POLRI agar mampu
mendapatkan kembali kepercayaan sepenuhnya oleh masyarakat?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa saja tugas dan upaya POLRI dalam meningkatkan citra
dan kinerja POLRI di masyarakat. Makalah ini juga
dibuat untuk memberikan informasi mengenai hal-hal apa saja yang menjadi tanggungjawab POLRI dan upaya apa saja yang telah
dilakukan agar mampu memberikan citra yang baik bagi masyarakat Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari
penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui informasi
mengenai peran dan upaya POLRI dalam meningkatkan citra dan kinerja Polri di
mata masyarakat. Pembaca juga dapat mengetahui hal-hal apa saja yang seringkali
menyebabkan perubahan pandangan masyarakat mengenai citra baik polisi dan
strategi apa saja yang perlu dilakukan oleh Polri guna menghilangkan persepsi
negatif masyarakat terhadap Polri agar citra baik yang telah ada di mata
masyarakat tetap terjaga.
BAB II
ISI
Kepolisian merupakan salah satu
lembaga dalam sistem peradilan pidana yang diberi wewenang untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan. Menurut pasal 1 butir
2 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ”Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna
menemukan tersangkanya.
Dalam perspektif
kriminologi, kejahatan bukan saja suatu perbuatan yang melanggar undang-undang
atau hukum pidana tetapi lebih luas lagi mencakup setiap perbuatan anti sosial
yang merugikan masyarakat, meskipun perbuatan tersebut belum atau tidak diatur oleh
undang-undang atau hukum pidana. Hal tersebut
menunjukkan bahwa peranan polisi dalam menegakkan hukum memiliki posisi yang
sangat penting karena mereka berhubungan langsung dengan masyarakat maupun
pelanggar hukum.
Rumusan masalah pertama yang akan
dibicarakan atau diusung
adalah mengenai cara POLRI dalam
menempatkan diri pada sistem pemerintahan saat ini.
Sistem penelitian yang dilakukan untuk rumusan masalah ini adalah dengan sistem
pendeskripsian dan pengambilan contoh kasus dari berbagai sumber informasi yang
ada. Dalam keseluruhan usaha menciptakan pengayoman,
perlindungan dan rasa aman masyarakat, polisi memegang posisi yang paling
strategis. Dalam negara hukum yang demokratis, norma umum yang harus berlaku
adalah bahwa kepolisian (sebagai suatu organisasi) tunduk (tersubordinasi) pada
hukum dan kekuasaan demokratis yang ada. Sedangkan kekuasaan demokratis adalah
kekuasaan yang dibatasi oleh pertanggungjawaban kepada rakyat atau kedaulatan
rakyat (Reksodiputro, 2004, hal. 2). Oleh karena itu, dalam program reformasi
kepolisian, kesejahteraan dan rekruitmen polisi hendaknya menjadi pusat
perhatian dalam penataannya. Disamping itu hak-hak asasi polisi sebagai
pribadi, pemangku profesi kepolisian, anggota masyarakat, dan warga negara
perlu mendapat prioritas dalam reformasi penegakan hukum. Upaya pembenahan
kurikulum, perbaikan sarana, penyesuaian peraturan, jelas sangat penting. Akan
tetapi tanpa polisi yang profesional dan “kesejahteraan” yang memadai hal
tersebut belum tentu ada hasilnya. Dengan demikian upaya reformasi kepolisian
harus dimulai dengan penataan SDM “polisi” terutama dalam mutu profesi dan
kesejahteraannya yang meliputi: imbalan jasa yang wajar, suasana rasa aman
dalam bekerja, kondisi kerja yang baik, hubungan antar pribadi yang sehat, dan
kesempatan peningkatan diri dan karir. Semua itu hanya mungkin terwujud apabila
para polisi mendapat peluang yang besar untuk pemberdayaan dirinya dalam nuansa
paradigma penegakan hukum dan bukan dalam paradigma birokratis yang kaku atau
paradigma lainnya. Alangkah idealnya apabila semua pihak dapat menempatkan
polisi dalam posisi yang tepat yaitu sebagai insan penegakan hukum melakukan
tindakan nyata dalam upaya pemberdayaanya sesuai dengan hak-hak asasinya.
Tetapi dikalangan para petinggi polisi maupun purnawirawannya masih banyak
pemikiran untuk mempertahankan sistem manajemen dan sistem kepangkatan yang ada
sekarang ini. Di sini patut diberika pujian terhadap gagasan Gubernur PTIK,
khususnya dibidang perubahan-perubahan yang menyangkut gagasan pengembangan
sumber daya manusia (Muhammad, 2004 : 7). Gagasan yang diajukan cukup maju dan
fundamental jika dilakukan sedikit banyak bisa merubah kebudayaan lama
institusi Polri.
Dalam pengertian
terbatas, polisi diartikan sebagai satu sosok individu yang berada di depan
dalam usaha sebagai individu maupun kelembagaan untuk menegakan keamanan dan
ketertiban masyarakat. Selain secara umum fungsi kepolisian, maka kewenangan
Kepolisian Negara Republik Indonesia akan mencakup baik tataran represif,
preventif dan preemptif (Kelana, 2002 : 60). Secara lebih luas, polisi
mempunyai makna sebagai seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
mengayomi masyarakat dalam mengembangkan kepribadiannya, baik yang berlangsung
di masyarakat maupun luar masyarakat. Menurut Undang-Undang No.2 tahun 2002
tentang Kepolisian Nasional, polisi termasuk kelompok profesi khususnya tenaga
penegak hukum, yang bertugas untuk membimbing, menegakan keamanan, dan atau
melatih (membina) masyarakat. Siapapun akan mengakui bahwa keberadaan polisi
tidak dapat dilepaskan dalam keseluruhan kehidupan umat manusia. Penegakan
hukum yang umumnya diharapkan oleh masyarakat sebagai fungsi polisi adalah
penegakan hukum pidana (enforcing the criminal law).
Sebagai alat
perlengkapan negara, polisi bertanggung jawab melaksanakan sebagian dari tugas
pemerintah sehari-hari yaitu menimbulkan rasa aman pada warga masyarakat. tugas
pemerintah ini dilakukan oleh polisi melalui penegakan hukum pidana khususnya
melalui pencegahan kejahatan dan menyelesaikan kejahatan yang terjadi. Tetapi
dalam suahan menimbulkan rasa aman ini polisi juga bertugas memelihara
ketrtiban atau keraturan/maintaining order (Reksodiputro, 2004, hal. 180).
Dalam maraknya tuntutan pada masa kini, polisi bukan lagi satu-satunya aparat
penegak hukum, akan tetapi salah satunya disamping lembaga peradilan dan
kejaksaan kemudian ditambah lembaga pendukung seperti KPK. Namun, perannya
dalam proses penegakan hukum dipandang oleh masyarakat masihlah cukup dominan
dan tetap diperlukan khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan
psikologis-keamanan terhadap masyarakat. Diakui atau tidak, setiap anggota
masyarakat pernah menerima bantuan atau berhubungan dengan polisi, entah di
masyarakat atau di luar masyarakat entah di pendidikan dasar hingga pendidikan
tinggi atau di lembaga penegakan hukum lainnya. Hal ini mempunyai makna bahwa
polisi mempunyai andil dalam proses aktivitas sehari-hari seseorang. Oleh
karena itu, pada hakekatnya polisi itu dibutuhkan oleh setiap orang, dan pada
tempatnya kalau semua orang sangat mengidamkan kehadiran citra polisi yang
ideal dalam dirinya. Seperti halnya pemerintahan sekarang yang menang karena
akumulasi pencitraan dan dapat memanipulir keinginan rakyat lewat media tentang
sosok yang tenang, berwibawa, karismatik tetapi pada kenyataan hari-hari ini
kita saksikan langsung betapa tidak berdayanya menghadapi bencana Gempa dan
Tsunami di Aceh. Belum seratus hari pemerintah bekerja hampir sebagian rakyat
telah kehilangan harapan dan ketidakpuasan serta kritik di sana-sini terhadap
kinerja kabinet khususnya aksi cepat tanggap darurat bencana tidak terlihat
dari sosok alumni militer. Kenapa tidak karena pemerintahan dipilih karena
karisma tidaklah cukup untuk menanggulangi berbagai masalah bangsa baik yang
mendesak maupun yang telah bertumpuk. Jadi pelajaran apa yang harus diambil
oleh polisi, adalah mendapatkan pujian baik tapi itu bukan tujuan. Karena
polisi bekerja atas dasar tugas dan wewenangnya bukan mengejar kerja-kerja
adhoc dan sesaat apalagi seratus hari, satu semester. Tetapi polisi bekerja
karena kehendak rakyat sebagai pembayar pajak.
Hubungan Masyarakat
: Citra Polisi yang Diharapkan dalam Kehidupan Masyarakat
Dalam
mewujudkan kinerja polisi, secara ideal beberapa karakteristik citra polisi
yang diharapkan antara lain sebagai berikut.
1. Polisi yang memiliki semangat juang yang
tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap. Semangat juang
merupakan landasan utama bagi perwujudan perilaku polisi dalam melaksanakan
tugas profesionalnya. Kinerja perilaku polisi menuntut kualitas semangat
nasionalisme dalam menyukseskan pembangunan nasional. Bagaimanapun lembaga
penegakan hukum dan yang menjadi lingkup pengabdian berada di Indonesia dan
untuk kepentingan bangsa Indonesia sehingga harus senantiasa berorientasi
nasional tidak gamang dan bertindak secara eksperimental, tidak memihak
berdasarkan SARA, karena akan menyebabkan malapetaka yang sangat besar jika
polisi memihak dan menguntungkan salah satu pihak (lebih jelas baca Suparlan,
dalam tema-team konflik social dan solusinya dalam buku Hubungan Antar Suku
Bangsa, 2004).
2. Polisi yang mampu mewujudkan dirinya dalam
keterkaitan dan pedoman dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek.
Perwujudan diri para polisi hendaknya berorientasi kepada tuntutan perkembangan
lingkungan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua unsur yang terkait harus
mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan lingkungan terutama tuntutan
perkembangan pembangunan dan tuntutan social-budaya. Di samping itu, tantangan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut agar para polisi mampu
meyesuaikan profesi dan kompetensinya.
3. Polisi yang mampu belajar dan bekerjasama
dengan profesi lain. Dalam melaksanakan fungsinya setiap unsur tidak berbuat
sendirian, akan tetapi harus berinteraksi dengan unsur lain yang terkait
melalui suasana kemitraan yang bersifat sistemik, sinergik, dan simbiotik.
Demikian pula antar disiplin ilmu seharusnya saling berinteraksi dan
bekerjasama dalam berbagai pendekatan interdisipliner (interdisipliner
approach) menghadapi berbagai masalah yang muncul dari tantangan kehidupan
modern. Pendekatan interdisipliner dalam bentuk tim kerja merupakan sesuatu
yang mutlak harus dijadikan landasan dalam kinerja polisi dalam
mengidentifikasi masalah-masalah dan pemecahannya secara professional
(Suparlan, Sewindu Ilmu Kepolisian, 2004 : 12). Dalam makalahnya, Prof. Farouk
Muhammad, tidak secara jelas menjelaskan bagaimana institusi polisi bekerja
dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menegakan hukum (law enforcement)
padahal kerjasama ini adalah penting dalam usaha meraih kesuksesan kerja polisi
dana memerankan fungsinya.
4. Polisi yang memiliki etos kerja yang kuat.
Etos kerja merupakan landasan utama bagi kinerja semua aparat dalam berbagai
jenis dan jenjang penegakan hukum dan pembinaan dan pengembangan
profesionalitas polisi senantiasa mengacu kepada etos kerja yang mencakup:
disiplin kerja, kerja keras, menghargai waktu, berprestasi, sikap kerja, dan
sebagainya.
5. Polisi yang memiliki kejelasan dan
kepastian pengembangan jenjang karir. Citra polisi profesional hanya dapat
berkembang dengan baik apabila disertai dengan pengembangan karir secara jelas
dan pasti. Semua karya-karya fungsi operasional para polisi hendaknya mempunyai
dampak bagi prospek peningkatan karirnya di masa yang akan datang baik dalam
status ataupun martabat dan hak-haknya. Ada hubungan antar pengembangan karir
dan jenjang pendidikan, hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian para
komandan dilapangan, bagaimana memotivasi sehingga timbul produktivitas dalam
kinerja polisi (Muhammad, 2003 : 149)
6. Polisi yang berjiwa profesional tinggi.
Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan motivasi intrinsik sebagai
pendorong untuk mengembangkan dirinya ke arah perwujudan profesional. Kualitas
profesionalisme didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut: (1) keinginan
untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (2)
meningkatkan dan memelihara citra profesi, (3) keinginan untuk senatiasa
mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan
memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilan, (4) mengejar kualitas dan
cita-cita dalam profesi, (5) memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Sedangkan
Prof. Parsudi Suparlan, menekankan bahwa profesionalisme polisi hanya mungkin
dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan konseptual dan teoritikal
berbagai permasalahan social dan kepolisian, dan kemampuan analisa untuk
mengatasi atau meredamnya (Parsudi, dalam Sewindu Ilmu Kepolisian, 2004 : 15)
7. Polisi yang memiliki kesejahteraan lahir
dan batin, material dan non material. Kesejahteraan lahir dan batin merupakan
kebutuhan hakiki bagi setiap individu. Dalam hubungan ini, upaya pembinaan dan
pengembangan profesionalitas hendaknya tidak mengabaikan aspek kesejahteraan.
Peningkatan profesionalitas seharusnya diikuti dengan peningkatan kesejahteraan
baik material maupun non-material. Dan sebaliknya peningkatan kesejahteraan
seyogyanya mendorong untuk peningkatan profesionalitas. Peningkatan anggaran
institusi polri harus dibarengi oleh peningkatan kinerja. Dalam hal ini Prof. Farouk
Muhammad menjelaskannya antara hubungan peningkatan kinerja dengan peningkatan
anggaran, termasuk didalamnya kerjasama dengan lembaga pemerintah dalam setiap
levelnya (Muhammad, 2004: 5).
8. Polisi yang memiliki visi (orientasi) masa
depan. Sesuai dengan cita-citanya, manusia Indonesia harus mampu hidup
sejahtera dan lestari di masa depan. Hal ini mengandung makna bahwa semua
aktivitas penegakan hukum dan hendaknya senantiasa beroreintasi ke masa depan,
sebab setiap karya yang dihasilkan masa kini sesungguhnya untuk kepentingan di
masa yang akan datang. Semua itu, hendaknya dijadikan sebagai acuan bagi para
polisi dalam melaksanakan tugasnya.
9. Polisi yang mampu melaksanakan fungsi dan
peranannya secara terpadu. Asas ini mengisyaratkan bahwa penegakan hukum dan
bukan tanggung jawab satu pihak saja, melainkan tanggung jawab bersama semua
pihak yang terkait. Pihak-pihak terkait antara lain: para pembuat kebijakan dan
keputusan, para manajer, para pakar dalam berbagai bidang dan disiplin,
organisasi profesi, dan para pelaksana penegakan hukum dan itu sendiri. Dalam
keterpaduan ini, polisi diharapkan menjadi inti dari keseluruhan kegiatan roda
pengelolaan penegakan hukum dan menjaga ketertiban masyarakat. Prof. Parsudi,
lebih jauh menjelaskan bahwa “ tugas-tugas kepolisian mencakup dalam hal
menciptakan dan menjaga keteraturan, mengembalikan keteraturan karena hubungan
yang bergejelok dalam berbagai permasalahan yang terwujud sebagai hasil
hubungan antar individu dengan kelompok atau komuniti, antar komuniti, antar
komuniti dengan masyarakat dan dengan negara atau pemerintah (Parsudi, dalam
Hubungan Antar Suku Bangsa, 2004 : 318).
Perwujudan polisi
yang diharapkan itu tidak semudah yang dibayangkan karena demikian banyak
factor yang terkait dan saling mempengaruhi. Kaum polisi sendiri sesungguhnya
mempunyai keinginan untuk tampil sebagai polisi idaman. Namun, perlu diingat
bahwa semuanya tidak hanya terletak dalam diri para polisi saja, sebagian besar
faktornya berada di luar kaum polisi itu sendiri. Polisi tidak mungkin dapat
mewujudkan kinerjanya dengan optimal tanpa dukungan dari pihak lain termasuk
masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang peduli terhadap peran dan
fungsi polisi. Secara jujur diakui atau tidak pada saat ini polisi lebih banyak
dituntut untuk mewujudkan kinerjanya dengan optimal tanpa dukungan dari pihak
lain termasuk pemerintah dan masyarakat luas. Secara jujur diakui atau tidak
pada saat ini polisi lebih banyak dituntut untuk mewujudkan kinerja idealnya,
sementara hal-hal yang menjadi hak polisi belum sepenuhnya diterima oleh
polisi. Secara jujur diakui atau tidak terdapat oknum dan bagian dari institusi
kepolisian itu sendiri yang menggerogoti dari dalam sehingga mencemarkan
institusi kepolisian secara keseluruhan, baik citra maupun kinerja. Kinerja
polisi sangat ditentukan oleh sikap dari masyarakat, yang sampai saat ini masih
belum dirasakan oleh polisi dan begitu juga kebalikannya, masyarakat menunggu
peran polisi untuk lebih meningkatkan pelayananany. Dan disatu sisi polisi sangat
mengidamkan agar dapat bermitra dengan aparat penegak hukum lainnya dalam
posisi sebagai penegak hukum dengan melepaskan berbagai atribut dan
simbol-simbol posisi tertentu seperti pangkat, jabatan, kedudukan, materi, dan
sebagainya. Misalnya pada waktu mengambil raport anak, polisi sangat
mengidamkan dapat berdialog langsung dengan guru dan orang tua murid lainnya
dalam suasana kemitraan dan bukan dalam suasana formal, atasan-bawahan atau
orang kaya dan miskin, atau pimpinan dan rakyat, dan sebagainya. Dalam dialog
ini dibicarakan berbagai aspek penegakan hukum dan anak-anaknya dalam suasana
kekeluargaan dan kemitraan.
Hal yang paling
menyulitkan para polisi adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk
berbuat normative ideal dengan suasana kehidupan masa kini yang ditandai dengan
pola-pola kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif,
dan sebagianya. Faktor mendasar yang terkait erat dengan kinerja profesional
polisi adalah “kepuasan kerja” yang berkaitan erat dengan “kesejahteraan” para
polisi. Kepuasan ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor; (1) imbal jasa, (2)
rasa aman dalam hubungan kerja, (3) hubungan antar pribadi, (4) kondisi
lingkungan kerja, dan (5) kesempatan untuk pengembangan dan peningkatan diri.
Nampaknya kelima faktor itu belum dapat terwujud sehingga mampu menunjukkan
kinerjanya secara optimal.
Dari aspek imbal
jasa baik yang bersifat materi ataupun non-materi, harus diakui masih jauh dari
”memberikan kepuasan” dan “keadilan.” Meskipun, diakui bahwa harkat dan martabat
polisi bukan terletak pada aspek materi atau simbol-simbol lahiriah, namun
kenyataan masa kini umumnya manusia menilai seseorang dari aspek materi dan
penampilan lahiriah. Jadi anggapan masyarakat terhadap kehidupan polisi yang
lebih sejahtera, dan nampak lebih sejahtera jika dibandingkan pada waktu masih
bergabung dengan TNI. Dari sudut inilah para polisi sudah tentu sangat
mengharapkan agar ”imbal jasa” dapat disesuaikan dengan syarat kualitas
memadai, wajar, dan adil. Memang disadari bahwa masalah ini merupakan masalah
nasional dan pemerintah terus menerus mengusahakan untuk meningkatkan
kesejahteraan polisi dan sampai batas tertentu sudah banyak dirasakan oleh kaum
polisi. Semoga di masa yang kan datang idaman dapat terwujud sehingga polisi dapat
mewujudkan kinerjanya dengan penuh kepuasan diri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Citra polisi di mata masyrakat saat
ini masih cenderung kearah negatif disebabkan oleh ulah beberapa aparat
kepolisian yang bertindak tidak sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Bagaimana
dengan masa depan polisi Indonesia? Tidak banyak pilihan bagi polisi Indonesia
kecuali kembali ke jalan utama, menjadi bhayangkara negara. Setelah sekian lama
terkungkung dengan baju militeristik, sudah saatnya bagi Polri untuk menunjukan
jatidirinya sebagai polisi yang menjunjung prinsip-prinsip profesionalisme
dalam menjalankan tugas.
Terlebih ditengah
sorotan yang cukup deras dari masyarakat luas terhadap kinerja Polri yang
kurang maksimal dan di sana sini ditemukan banyak penyimpangan, maka bagi Polri
adalah cambuk dan tidak surut kebelakang yang ada adalah terus maju dan pantang
mundur. Karena dalam negara demokrasi seluruh
tatanan, ketertiban, taat hukum dan sendi-sendi kehidupan serta menjunjung
tinggi supremasi hukum adalah ciri utama di mana institusi Polri adalah bagian
yang sangat penting dalam menjaga tradisi tersebut, yaitu tradisi demokrasi di
mana polisi bekerja sesuai dengan asas profesionalisme. Rasa aman sebagai faktor kepuasan masih merupakan idaman
para polisi. Kalau menelaah berbagai kasus kejadian yang banyak muncul dewasa
ini (dan juga di masa lalu), ada kecenderungan kondisi ini belum terwujud
secara penuh. Masih ada kasus pelecehan terhadap polisi seperti istilah-sitilah
sogok/suap, salam tempel, korek api, setoran, dll. menjadi rahasia umum dan
sering kita saksikan dalam berbagai pemberitaan di media masa.
3.2
Saran
Untuk seluruh aparat Kepolisian
Republik Indonesia disarankan untuk dapat menjalankan
tugas sesuai dengan aturan-aturan yang telah di tetapkan agar tidak terjadi
penyelewengan wewenang yang kini banyak dipermasalahkan. Sekira seluruh aparat
tetap mampu berpegang teguh pada tujuan-tujuan yang harus dicapai demi
kesejahteraan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
3.3
Bahan Bacaan
http://polmas.wordpress.com/2010/12/21/profesionalisme-dan-citra-diri-polisi/www.harianjogja.com
www.polri.go.id
Buat Temen-temen yang mau dalam bentuk documen bisa download di link di bawah ini.
Semoga bermanfaat.