Sabtu, 17 Agustus 2013

Paper Pengenalan Institusi ( PI )





Buat temen-temen yang butuh contoh Paper Pengenalan Istitusi buat tugas Student Day atau pun Tugas Kampus ni ad contohnya.
Semoga bermanfaat.

Download Di Sini




KATA PENGANTAR
Puji syukur sebesar-besarnya saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atau Ida sang hyang widhi wasa karena berkat anugerah dan bimbingannya makalah yang berjudul “Citra Polisi Republik Indonesia Dulu Hingga Sekarang” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini akan memberikan informasi kepada para pembaca mengenai upaya apa saja yang telah dilakuka dalam meningkatkan citra dan kinerja Polisi Republik Indonesia dan strategi apa saja yang telah dilakukan oleh para Polisi Republik Indonesia untuk memperoleh sebuah pencitraan yang baik di mata masyarakat. Sungguh saya menyadari bahwa di dalam makalah yang saya buat ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari pada itu saya selaku penulis mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan di dalamnya. Dan akhirnya semoga makalah ini memiliki nilai guna di dalamnya, dan semoga setelah membaca makalah saya ini dapat menambah informasi tentang istitusi Polri.

Denpasar, 15 September 2012
Penulis,


Nama
NIM.






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………… 3
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………….. 3
BAB II
2.1 Isi………………………………………………………………………… 4-12
BAB III
3.1 Simpulan…………………………………………………………...…..... 13
3.2 Saran…………………………………………………………………..13
3.3 Bahan Bacaan………………………………………………………….... 14

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polri sebagai sebuah istitusi penegak hukum di masyarakt yang memiliki peranan yang sangat strategis di tengah masyarakat itu sendiri. Masyarakat sendiri terkadang sering mengeluh tentang pelayanan kepolisisan yang di anggap kurang baik dan kurang layak. Dan maka dari pada itu, kebutuhan utama polisi perlu mendapatkan prioritas utama dalam reformasi kepolisian secara nasional. Pembenahan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, penyesuaian peraturan dan kesejahteraan anggota, merupakan hal yang sangat penting bagi upaya pengembangan penegakan hukum di wilayah republik indonesia akan tetapi hal tersebut akan kurang relefan apabila individi dari polisis itu memang tidak memiliki sikapprofesional yang tinggi dan juga loyalitas yang tinggi terhadap intitusinya dan juga negara. Sehingga reformasi penegaan hukum di tubuh Polri harus dilihat dari berbagai aspek seperti dari aspek “mutu” (dedikasi, keahlian, pengalaman) dan “kesejahteraan”. Upaya tersebut akan benar-benar terwujud jika polisi mendapat peluang yang seluas-luasnya untuk memberdayakan dirinya. Secara konseptual, polisi yang diharapkan adalah sosok polisi yang ideal yang diidamkan oleh setiap pihak yang terkait, seperti pemerintah, masyarakat luas, dan polisi sendiri dalam memenuhi berbagai aspek kehidupan di masyarakat luas.
Suatu pengertian yang disepakati oleh masyarakat dunia, bahwa polisi yang ideal adalah polisi sipil yang demokratis. Polisi sipil maksudnya, polisi harus mengedepankan cara-cara sipil untuk menyelesaikan persoalan sosial (termasuk kejahatan) yang mengemuka di masyarakat. Jelas, polisi wajib menjauhi cara kekerasan dan militeristik dalam bertugas. Polisi itu beda dengan tentara. Polisi bertugas memberi rasa aman kepada masyarakat. Sementara tentara kerjanya bertempur mempertahankan negara.      
Beberapa karakteristik polisi yang ideal antara lain seperti memiliki semangat juang yang tinggi serta kualitas moral, iman dan takwa yang tulus, mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek, mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain, memiliki etos kerja yang kuat, memiliki kejelasan dan memiliki pengembangan jenjang karir, memiliki profesionalisme yang tinggi, polisi yang memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan non-material, memiliki wawasan masa depan, dan mampu melaksanakan fungsi dan peranannya. Tetapi, dalam kenyataannya, keberadaan polisi masih tetap terabaikan. Hal yang paling menyulitkan polisi adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normatif ideal dengan suasana kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, dan konsumtif. Dan juga polisi di tuntut untuk bersikap sopan, lemah lembut, menjauhi sikap yang arogan dan sok kuasa, dalam melakukan pelayanan pada masyarakat
Faktor mendasar yang terkait dengan kinerja professional polisi adalah “kepuasan kerja” yang berkaitan dengan “kesejahteraan polisi” yang meliputi : imbal jasa, rasa aman dalam bertugas, hubungan antar pribadi, kondisi lingkungan kerja, dan kesempatan untuk pengembangan serta peningkatan diri. Beberapa dimensi permasalahan polisi yang masih harus diatasi adalah dimensi: kuantitas, kualitas, sebaran, sistem penegakan hukum (law enforcement), pengelolaan dan jenjang karir polisi, dan manajemen polisi. Sesuai dengan dimensi masalah yang dihadapi maka disarankan tindak lanjut yang konsepsional, dan realistis.

1.2 Rumusan Masalah
Untuk memberikan arah bagi jalannya suatu penelitian maka terlebih dahulu perlu dirumuskan hal – hal yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian. Maka saya membuat rumusan masalah,yakni :

1.       Bagaimanakah cara POLRI dalam menempatkan diri pada sistem pemerintahan saat ini?
2.       Bagaimanakah kiat-kiat yang di lakukan POLRI agar mampu mendapatkan kembali kepercayaan sepenuhnya oleh masyarakat?


1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa saja tugas dan upaya POLRI dalam meningkatkan citra dan kinerja POLRI di masyarakat. Makalah ini juga dibuat untuk memberikan informasi mengenai hal-hal apa saja yang menjadi tanggungjawab POLRI dan upaya apa saja yang telah dilakukan agar mampu memberikan citra yang baik bagi masyarakat Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui informasi mengenai peran dan upaya POLRI dalam meningkatkan citra dan kinerja Polri di mata masyarakat. Pembaca juga dapat mengetahui hal-hal apa saja yang seringkali menyebabkan perubahan pandangan masyarakat mengenai citra baik polisi dan strategi apa saja yang perlu dilakukan oleh Polri guna menghilangkan persepsi negatif masyarakat terhadap Polri agar citra baik yang telah ada di mata masyarakat tetap terjaga.



BAB II
ISI
Kepolisian merupakan salah satu lembaga dalam sistem peradilan pidana yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ”Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Dalam perspektif kriminologi, kejahatan bukan saja suatu perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana tetapi lebih luas lagi mencakup setiap perbuatan anti sosial yang merugikan masyarakat, meskipun perbuatan tersebut belum atau tidak diatur oleh undang-undang atau hukum pidana. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan polisi dalam menegakkan hukum memiliki posisi yang sangat penting karena mereka berhubungan langsung dengan masyarakat maupun pelanggar hukum.
Rumusan masalah pertama yang akan dibicarakan atau diusung adalah mengenai cara POLRI dalam menempatkan diri pada sistem pemerintahan saat ini. Sistem penelitian yang dilakukan untuk rumusan masalah ini adalah dengan sistem pendeskripsian dan pengambilan contoh kasus dari berbagai sumber informasi yang ada. Dalam keseluruhan usaha menciptakan pengayoman, perlindungan dan rasa aman masyarakat, polisi memegang posisi yang paling strategis. Dalam negara hukum yang demokratis, norma umum yang harus berlaku adalah bahwa kepolisian (sebagai suatu organisasi) tunduk (tersubordinasi) pada hukum dan kekuasaan demokratis yang ada. Sedangkan kekuasaan demokratis adalah kekuasaan yang dibatasi oleh pertanggungjawaban kepada rakyat atau kedaulatan rakyat (Reksodiputro, 2004, hal. 2). Oleh karena itu, dalam program reformasi kepolisian, kesejahteraan dan rekruitmen polisi hendaknya menjadi pusat perhatian dalam penataannya. Disamping itu hak-hak asasi polisi sebagai pribadi, pemangku profesi kepolisian, anggota masyarakat, dan warga negara perlu mendapat prioritas dalam reformasi penegakan hukum. Upaya pembenahan kurikulum, perbaikan sarana, penyesuaian peraturan, jelas sangat penting. Akan tetapi tanpa polisi yang profesional dan “kesejahteraan” yang memadai hal tersebut belum tentu ada hasilnya. Dengan demikian upaya reformasi kepolisian harus dimulai dengan penataan SDM “polisi” terutama dalam mutu profesi dan kesejahteraannya yang meliputi: imbalan jasa yang wajar, suasana rasa aman dalam bekerja, kondisi kerja yang baik, hubungan antar pribadi yang sehat, dan kesempatan peningkatan diri dan karir. Semua itu hanya mungkin terwujud apabila para polisi mendapat peluang yang besar untuk pemberdayaan dirinya dalam nuansa paradigma penegakan hukum dan bukan dalam paradigma birokratis yang kaku atau paradigma lainnya. Alangkah idealnya apabila semua pihak dapat menempatkan polisi dalam posisi yang tepat yaitu sebagai insan penegakan hukum melakukan tindakan nyata dalam upaya pemberdayaanya sesuai dengan hak-hak asasinya. Tetapi dikalangan para petinggi polisi maupun purnawirawannya masih banyak pemikiran untuk mempertahankan sistem manajemen dan sistem kepangkatan yang ada sekarang ini. Di sini patut diberika pujian terhadap gagasan Gubernur PTIK, khususnya dibidang perubahan-perubahan yang menyangkut gagasan pengembangan sumber daya manusia (Muhammad, 2004 : 7). Gagasan yang diajukan cukup maju dan fundamental jika dilakukan sedikit banyak bisa merubah kebudayaan lama institusi Polri.
Dalam pengertian terbatas, polisi diartikan sebagai satu sosok individu yang berada di depan dalam usaha sebagai individu maupun kelembagaan untuk menegakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Selain secara umum fungsi kepolisian, maka kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia akan mencakup baik tataran represif, preventif dan preemptif (Kelana, 2002 : 60). Secara lebih luas, polisi mempunyai makna sebagai seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengayomi masyarakat dalam mengembangkan kepribadiannya, baik yang berlangsung di masyarakat maupun luar masyarakat. Menurut Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Nasional, polisi termasuk kelompok profesi khususnya tenaga penegak hukum, yang bertugas untuk membimbing, menegakan keamanan, dan atau melatih (membina) masyarakat. Siapapun akan mengakui bahwa keberadaan polisi tidak dapat dilepaskan dalam keseluruhan kehidupan umat manusia. Penegakan hukum yang umumnya diharapkan oleh masyarakat sebagai fungsi polisi adalah penegakan hukum pidana (enforcing the criminal law).
Sebagai alat perlengkapan negara, polisi bertanggung jawab melaksanakan sebagian dari tugas pemerintah sehari-hari yaitu menimbulkan rasa aman pada warga masyarakat. tugas pemerintah ini dilakukan oleh polisi melalui penegakan hukum pidana khususnya melalui pencegahan kejahatan dan menyelesaikan kejahatan yang terjadi. Tetapi dalam suahan menimbulkan rasa aman ini polisi juga bertugas memelihara ketrtiban atau keraturan/maintaining order (Reksodiputro, 2004, hal. 180). Dalam maraknya tuntutan pada masa kini, polisi bukan lagi satu-satunya aparat penegak hukum, akan tetapi salah satunya disamping lembaga peradilan dan kejaksaan kemudian ditambah lembaga pendukung seperti KPK. Namun, perannya dalam proses penegakan hukum dipandang oleh masyarakat masihlah cukup dominan dan tetap diperlukan khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis-keamanan terhadap masyarakat. Diakui atau tidak, setiap anggota masyarakat pernah menerima bantuan atau berhubungan dengan polisi, entah di masyarakat atau di luar masyarakat entah di pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi atau di lembaga penegakan hukum lainnya. Hal ini mempunyai makna bahwa polisi mempunyai andil dalam proses aktivitas sehari-hari seseorang. Oleh karena itu, pada hakekatnya polisi itu dibutuhkan oleh setiap orang, dan pada tempatnya kalau semua orang sangat mengidamkan kehadiran citra polisi yang ideal dalam dirinya. Seperti halnya pemerintahan sekarang yang menang karena akumulasi pencitraan dan dapat memanipulir keinginan rakyat lewat media tentang sosok yang tenang, berwibawa, karismatik tetapi pada kenyataan hari-hari ini kita saksikan langsung betapa tidak berdayanya menghadapi bencana Gempa dan Tsunami di Aceh. Belum seratus hari pemerintah bekerja hampir sebagian rakyat telah kehilangan harapan dan ketidakpuasan serta kritik di sana-sini terhadap kinerja kabinet khususnya aksi cepat tanggap darurat bencana tidak terlihat dari sosok alumni militer. Kenapa tidak karena pemerintahan dipilih karena karisma tidaklah cukup untuk menanggulangi berbagai masalah bangsa baik yang mendesak maupun yang telah bertumpuk. Jadi pelajaran apa yang harus diambil oleh polisi, adalah mendapatkan pujian baik tapi itu bukan tujuan. Karena polisi bekerja atas dasar tugas dan wewenangnya bukan mengejar kerja-kerja adhoc dan sesaat apalagi seratus hari, satu semester. Tetapi polisi bekerja karena kehendak rakyat sebagai pembayar pajak.
Hubungan Masyarakat : Citra Polisi yang Diharapkan dalam Kehidupan Masyarakat
            Dalam mewujudkan kinerja polisi, secara ideal beberapa karakteristik citra polisi yang diharapkan antara lain sebagai berikut.
 1. Polisi yang memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap. Semangat juang merupakan landasan utama bagi perwujudan perilaku polisi dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kinerja perilaku polisi menuntut kualitas semangat nasionalisme dalam menyukseskan pembangunan nasional. Bagaimanapun lembaga penegakan hukum dan yang menjadi lingkup pengabdian berada di Indonesia dan untuk kepentingan bangsa Indonesia sehingga harus senantiasa berorientasi nasional tidak gamang dan bertindak secara eksperimental, tidak memihak berdasarkan SARA, karena akan menyebabkan malapetaka yang sangat besar jika polisi memihak dan menguntungkan salah satu pihak (lebih jelas baca Suparlan, dalam tema-team konflik social dan solusinya dalam buku Hubungan Antar Suku Bangsa, 2004).
 2. Polisi yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan pedoman dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek. Perwujudan diri para polisi hendaknya berorientasi kepada tuntutan perkembangan lingkungan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua unsur yang terkait harus mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan lingkungan terutama tuntutan perkembangan pembangunan dan tuntutan social-budaya. Di samping itu, tantangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut agar para polisi mampu meyesuaikan profesi dan kompetensinya.
 3. Polisi yang mampu belajar dan bekerjasama dengan profesi lain. Dalam melaksanakan fungsinya setiap unsur tidak berbuat sendirian, akan tetapi harus berinteraksi dengan unsur lain yang terkait melalui suasana kemitraan yang bersifat sistemik, sinergik, dan simbiotik. Demikian pula antar disiplin ilmu seharusnya saling berinteraksi dan bekerjasama dalam berbagai pendekatan interdisipliner (interdisipliner approach) menghadapi berbagai masalah yang muncul dari tantangan kehidupan modern. Pendekatan interdisipliner dalam bentuk tim kerja merupakan sesuatu yang mutlak harus dijadikan landasan dalam kinerja polisi dalam mengidentifikasi masalah-masalah dan pemecahannya secara professional (Suparlan, Sewindu Ilmu Kepolisian, 2004 : 12). Dalam makalahnya, Prof. Farouk Muhammad, tidak secara jelas menjelaskan bagaimana institusi polisi bekerja dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menegakan hukum (law enforcement) padahal kerjasama ini adalah penting dalam usaha meraih kesuksesan kerja polisi dana memerankan fungsinya.
 4. Polisi yang memiliki etos kerja yang kuat. Etos kerja merupakan landasan utama bagi kinerja semua aparat dalam berbagai jenis dan jenjang penegakan hukum dan pembinaan dan pengembangan profesionalitas polisi senantiasa mengacu kepada etos kerja yang mencakup: disiplin kerja, kerja keras, menghargai waktu, berprestasi, sikap kerja, dan sebagainya.
 5. Polisi yang memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir. Citra polisi profesional hanya dapat berkembang dengan baik apabila disertai dengan pengembangan karir secara jelas dan pasti. Semua karya-karya fungsi operasional para polisi hendaknya mempunyai dampak bagi prospek peningkatan karirnya di masa yang akan datang baik dalam status ataupun martabat dan hak-haknya. Ada hubungan antar pengembangan karir dan jenjang pendidikan, hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian para komandan dilapangan, bagaimana memotivasi sehingga timbul produktivitas dalam kinerja polisi (Muhammad, 2003 : 149)
 6. Polisi yang berjiwa profesional tinggi. Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan motivasi intrinsik sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya ke arah perwujudan profesional. Kualitas profesionalisme didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut: (1) keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal, (2) meningkatkan dan memelihara citra profesi, (3) keinginan untuk senatiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilan, (4) mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi, (5) memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Sedangkan Prof. Parsudi Suparlan, menekankan bahwa profesionalisme polisi hanya mungkin dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan konseptual dan teoritikal berbagai permasalahan social dan kepolisian, dan kemampuan analisa untuk mengatasi atau meredamnya (Parsudi, dalam Sewindu Ilmu Kepolisian, 2004 : 15)
 7. Polisi yang memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan non material. Kesejahteraan lahir dan batin merupakan kebutuhan hakiki bagi setiap individu. Dalam hubungan ini, upaya pembinaan dan pengembangan profesionalitas hendaknya tidak mengabaikan aspek kesejahteraan. Peningkatan profesionalitas seharusnya diikuti dengan peningkatan kesejahteraan baik material maupun non-material. Dan sebaliknya peningkatan kesejahteraan seyogyanya mendorong untuk peningkatan profesionalitas. Peningkatan anggaran institusi polri harus dibarengi oleh peningkatan kinerja. Dalam hal ini Prof. Farouk Muhammad menjelaskannya antara hubungan peningkatan kinerja dengan peningkatan anggaran, termasuk didalamnya kerjasama dengan lembaga pemerintah dalam setiap levelnya (Muhammad, 2004: 5).
 8. Polisi yang memiliki visi (orientasi) masa depan. Sesuai dengan cita-citanya, manusia Indonesia harus mampu hidup sejahtera dan lestari di masa depan. Hal ini mengandung makna bahwa semua aktivitas penegakan hukum dan hendaknya senantiasa beroreintasi ke masa depan, sebab setiap karya yang dihasilkan masa kini sesungguhnya untuk kepentingan di masa yang akan datang. Semua itu, hendaknya dijadikan sebagai acuan bagi para polisi dalam melaksanakan tugasnya.
 9. Polisi yang mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu. Asas ini mengisyaratkan bahwa penegakan hukum dan bukan tanggung jawab satu pihak saja, melainkan tanggung jawab bersama semua pihak yang terkait. Pihak-pihak terkait antara lain: para pembuat kebijakan dan keputusan, para manajer, para pakar dalam berbagai bidang dan disiplin, organisasi profesi, dan para pelaksana penegakan hukum dan itu sendiri. Dalam keterpaduan ini, polisi diharapkan menjadi inti dari keseluruhan kegiatan roda pengelolaan penegakan hukum dan menjaga ketertiban masyarakat. Prof. Parsudi, lebih jauh menjelaskan bahwa “ tugas-tugas kepolisian mencakup dalam hal menciptakan dan menjaga keteraturan, mengembalikan keteraturan karena hubungan yang bergejelok dalam berbagai permasalahan yang terwujud sebagai hasil hubungan antar individu dengan kelompok atau komuniti, antar komuniti, antar komuniti dengan masyarakat dan dengan negara atau pemerintah (Parsudi, dalam Hubungan Antar Suku Bangsa, 2004 : 318).
Perwujudan polisi yang diharapkan itu tidak semudah yang dibayangkan karena demikian banyak factor yang terkait dan saling mempengaruhi. Kaum polisi sendiri sesungguhnya mempunyai keinginan untuk tampil sebagai polisi idaman. Namun, perlu diingat bahwa semuanya tidak hanya terletak dalam diri para polisi saja, sebagian besar faktornya berada di luar kaum polisi itu sendiri. Polisi tidak mungkin dapat mewujudkan kinerjanya dengan optimal tanpa dukungan dari pihak lain termasuk masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang peduli terhadap peran dan fungsi polisi. Secara jujur diakui atau tidak pada saat ini polisi lebih banyak dituntut untuk mewujudkan kinerjanya dengan optimal tanpa dukungan dari pihak lain termasuk pemerintah dan masyarakat luas. Secara jujur diakui atau tidak pada saat ini polisi lebih banyak dituntut untuk mewujudkan kinerja idealnya, sementara hal-hal yang menjadi hak polisi belum sepenuhnya diterima oleh polisi. Secara jujur diakui atau tidak terdapat oknum dan bagian dari institusi kepolisian itu sendiri yang menggerogoti dari dalam sehingga mencemarkan institusi kepolisian secara keseluruhan, baik citra maupun kinerja. Kinerja polisi sangat ditentukan oleh sikap dari masyarakat, yang sampai saat ini masih belum dirasakan oleh polisi dan begitu juga kebalikannya, masyarakat menunggu peran polisi untuk lebih meningkatkan pelayananany. Dan disatu sisi polisi sangat mengidamkan agar dapat bermitra dengan aparat penegak hukum lainnya dalam posisi sebagai penegak hukum dengan melepaskan berbagai atribut dan simbol-simbol posisi tertentu seperti pangkat, jabatan, kedudukan, materi, dan sebagainya. Misalnya pada waktu mengambil raport anak, polisi sangat mengidamkan dapat berdialog langsung dengan guru dan orang tua murid lainnya dalam suasana kemitraan dan bukan dalam suasana formal, atasan-bawahan atau orang kaya dan miskin, atau pimpinan dan rakyat, dan sebagainya. Dalam dialog ini dibicarakan berbagai aspek penegakan hukum dan anak-anaknya dalam suasana kekeluargaan dan kemitraan.
Hal yang paling menyulitkan para polisi adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normative ideal dengan suasana kehidupan masa kini yang ditandai dengan pola-pola kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif, dan sebagianya. Faktor mendasar yang terkait erat dengan kinerja profesional polisi adalah “kepuasan kerja” yang berkaitan erat dengan “kesejahteraan” para polisi. Kepuasan ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor; (1) imbal jasa, (2) rasa aman dalam hubungan kerja, (3) hubungan antar pribadi, (4) kondisi lingkungan kerja, dan (5) kesempatan untuk pengembangan dan peningkatan diri. Nampaknya kelima faktor itu belum dapat terwujud sehingga mampu menunjukkan kinerjanya secara optimal.
Dari aspek imbal jasa baik yang bersifat materi ataupun non-materi, harus diakui masih jauh dari ”memberikan kepuasan” dan “keadilan.” Meskipun, diakui bahwa harkat dan martabat polisi bukan terletak pada aspek materi atau simbol-simbol lahiriah, namun kenyataan masa kini umumnya manusia menilai seseorang dari aspek materi dan penampilan lahiriah. Jadi anggapan masyarakat terhadap kehidupan polisi yang lebih sejahtera, dan nampak lebih sejahtera jika dibandingkan pada waktu masih bergabung dengan TNI. Dari sudut inilah para polisi sudah tentu sangat mengharapkan agar ”imbal jasa” dapat disesuaikan dengan syarat kualitas memadai, wajar, dan adil. Memang disadari bahwa masalah ini merupakan masalah nasional dan pemerintah terus menerus mengusahakan untuk meningkatkan kesejahteraan polisi dan sampai batas tertentu sudah banyak dirasakan oleh kaum polisi. Semoga di masa yang kan datang idaman dapat terwujud sehingga polisi dapat mewujudkan kinerjanya dengan penuh kepuasan diri.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Citra polisi di mata masyrakat saat ini masih cenderung kearah negatif disebabkan oleh ulah beberapa aparat kepolisian yang bertindak tidak sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Bagaimana dengan masa depan polisi Indonesia? Tidak banyak pilihan bagi polisi Indonesia kecuali kembali ke jalan utama, menjadi bhayangkara negara. Setelah sekian lama terkungkung dengan baju militeristik, sudah saatnya bagi Polri untuk menunjukan jatidirinya sebagai polisi yang menjunjung prinsip-prinsip profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Terlebih ditengah sorotan yang cukup deras dari masyarakat luas terhadap kinerja Polri yang kurang maksimal dan di sana sini ditemukan banyak penyimpangan, maka bagi Polri adalah cambuk dan tidak surut kebelakang yang ada adalah terus maju dan pantang mundur. Karena dalam negara demokrasi seluruh tatanan, ketertiban, taat hukum dan sendi-sendi kehidupan serta menjunjung tinggi supremasi hukum adalah ciri utama di mana institusi Polri adalah bagian yang sangat penting dalam menjaga tradisi tersebut, yaitu tradisi demokrasi di mana polisi bekerja sesuai dengan asas profesionalisme. Rasa aman sebagai faktor kepuasan masih merupakan idaman para polisi. Kalau menelaah berbagai kasus kejadian yang banyak muncul dewasa ini (dan juga di masa lalu), ada kecenderungan kondisi ini belum terwujud secara penuh. Masih ada kasus pelecehan terhadap polisi seperti istilah-sitilah sogok/suap, salam tempel, korek api, setoran, dll. menjadi rahasia umum dan sering kita saksikan dalam berbagai pemberitaan di media masa.
3.2 Saran
Untuk seluruh aparat Kepolisian Republik Indonesia disarankan untuk dapat menjalankan tugas sesuai dengan aturan-aturan yang telah di tetapkan agar tidak terjadi penyelewengan wewenang yang kini banyak dipermasalahkan. Sekira seluruh aparat tetap mampu berpegang teguh pada tujuan-tujuan yang harus dicapai demi kesejahteraan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

3.3 Bahan Bacaan
http://polmas.wordpress.com/2010/12/21/profesionalisme-dan-citra-diri-polisi/www.harianjogja.com
www.polri.go.id


Buat Temen-temen yang mau dalam bentuk documen bisa download di link di bawah ini.
Semoga bermanfaat.